Langsung ke konten utama

Membumikan Kegilaan Intuisi

 

Bagi saya menulis sastra adalah kegilaan pada semua partisinya. Menulis sastra tanpa kegilaan bagi saya adalah nihil. Saya percaya dari kegilaan inilah makna-makna liar tentang kehidupan dan segala kompleksitasnya lahir , dan menjelma ke dalam bahasa manusia. Melalui kegilaan makna-makna liar itu dibungkus dalam bentuk karya sastra, lalu disebar secara sporadis kepada umat manusia. Dengan demikian kegilaan manusia yang satu dapat dirasakan oleh manusia yang lain, begitupun sebaliknya.

Singkat cerita umat manusiapun dijangkiti semacam virus ‘kegilaan’ intuisi. Mereka akan sibuk dengan intuisinya masing-masing. Dengan begitu, semua masalah hidup tak akan lagi dipandang sebagai masalah, melainkan kumpulan makna yang berusaha mengingatkan manusia akan sesuatu yang lebih besar di baliknya.

Dalam pengalaman saya pribadi, menulis sastra itu lebih dari sekadar kata-kata indah, atau pola-pola tulisan ikonik seperti milik Sapardi, Joko Pinurubo, dan sejenisnya. Satu-satunya cara saya menjadi gila adalah melaluinya. Di saat lingkungan sosial tidak mengindahkan adanya "kegilaan" ini, di saat semua distandarisasi dengan kata lebay, maka menulis sastra adalah pelarian saya. Disanalah satu-satunya tempat bagi saya untuk menjadi gila, gila segila-gilanya.

Saya sendiri punya konsep sederhana tentang bagaimana menulis sastra. Dengan tidak serta-merta mengganggap diri produktif, saya kira konsep ini yang membuat saya menghargai setiap kegilaan intuisi saya, sehingga kemudian dapat menulis sastra. cara saya ini bisa dianggap sebagai tips,sampah, atau semacamnya (terserah). Saya hanya ingin berbagi cerita betapa menjadi gila ‘di sini’ itu sungguh membahagiakan. Persis seperti seorang anak yatim terlantar yang menemukan mata malaikat tergeletak di tengah jalan raya. Pokoknya seperti itu.

Saya adalah manusia yang sangat suka terbang dalam intuisi saya sendiri. Beberapa orang menamainya halu, ngibul, gila, aneh, atau apalah itu. Intinya saya suka berada di dalamnya. Saya sering kali menempatkan kenyataan sebagai intuisi saya, sering kali juga menjadikan intuisi sebagai seolah-seolah kenyataan. Dengan kata lain, barang kali saya belum bisa ‘membedakan’ mana yang intuisi dan mana yang kenyataan dalam pikiran saya. Barangkali juga saya tidak mau membedakannya. Hal ini dikarenakan saya sering kali tidak peduli dengan kenyataan yang sebenarnya ketika saya sedang bergila-ria dalam intuisi saya. Bagi saya intuisi itu anugrah terbaik yang pernah Tuhan berikan kepada saya. Saya benar-benar menghargai setiap detail intuisi yang lewat dalam pikiran saya. 

Setalah itu adalah dokumentasi. Setiap kali saya berintuisi, atau ada intuisi yang lewat di kepala saya, maka segera akan saya dokumentasikan. Hal ini saya lakukan agar ide intuisi saya tidak hilang begitu saja. Dalam istilah kerennya,’ capturing the idea’. Saya berusaha sebaik mungkin agar ide dari intuisi saya tidak hanya lewat, tetapi menetap dalam catatan saya. Ketika sudah menjadi tulisan saya percaya intuisi itu akan menetap dalam abadi. Selain karena saya pelupa berat, dokumentasi memang adalah satu-satunya cara mengabadikan ide. Saya sendiri suka menggunakan notes atau juga aplikasi memo yang ada pada gawai saya.

Ketika ada waktu kosong, saya akan selalu menyempatkan diri untuk mengembangkannya ke dalam bentuk yang lebih panjang, atau juga bentuk yang menurut saya lebih pantas untuk membawakan makna atau kegilaan yang ingin saya sampaikan. Kemudian tulisan yang sudah siap saji, seperti puisi, prosa, dan lainnya, akan saya publikasikan melalui platform seperti medsos, dan blog.

Kira-kira itu itulah cerita kegilaan saya. Menulis sastra sebenarnya tidak sesederhana itu. Tentu saja masih banyak diskursus tentang menulis sastra yang perlu dibumikan lagi dalam otak kecil, dekil, liar, saya ini. Terlepas dari itu, intuisi adalah segalanya, dan dokumentasi adalah cara menyelamatkannya dari kehilangan. Selamat bergila-ria, selamat menulis!

 





Komentar

  1. Hhh perjalanan yang cukup gila untuk mencapai kegilaan yang maksimal.

    Salam semangat 💪

    BalasHapus
  2. Proses yang panjang tdak akan mengkhianati hasil,
    Sukses terus bro..

    BalasHapus
  3. Ini gilaa 💣
    Keep your intuition up! 👍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagian-Bagian Rumah

Air sisa cucian yang sedari tadi ditumpahkan masih saja menetes, menciptakan genangan berlumpur di sekitar tenda cucian. Hampir mirip rawa-rawa kecil. Beberapa bungkus sabun colek ekonomis nampak berserakan di sekitar tenda, begitu juga dengan butir-butir nasi sisa makanan. Tenda cucian yang licin dan hitam legam pada bagian atasnya, genangan lumpur hitam di sekitarnya, serta bungkus-bungkus sabun colek yang sudah pudar warnanya membuktikan umur tenda itu, dan betapa banyaknya air sisa cucian yang selama ini ditumpahkan padanya. Seorang wanita jangkung berdaster melangkah ke dalam rumah melalui pintu dapur. Rambutnya yang sebagian beruban nampak berkilau ditempa cahaya matahari pagi, khas rambut-rambut wanita desa yang rutin digumuli santan kelapa tua. Otot-otot tangannya nampak mengencang seiring diangkatnya sebaskom cucian perkakas makan yang semalam dipakai. Demikian juga dengan otot-otot kaki yang mengancang seiring ia melangkah, tanda beratnya cucian perkakas yang ia bawa. De...

Dilema Pembelajaran Online

                                                 Pandemi covid-19 sampai saat ini semakin menunjukan dampak desktruktifnya yang multidimensional. Hampir semua bidang kehidupan manusia jatuh terbengkalai. Solusi atau gagasan work from home atau slogan-slogan seperti di rumah aja, ternyata belum efektif untuk mengakomodasi terbengkalainya sector-sektor kehidupan masyarakat. Selain itu, beberapa solusi sektoral pada bidang tertentu terbukti memperparah krisis pada bidang lainnya. Misalnya adalah kebijakan pemotongan dana bos untuk kepentingan medis, yang kemudian berdampak pada lesunya sector pendidikan hampir pada semua level, baik pendidikan dasar ataupun pendidikan tinggi. Sampai disini kita sepakat bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh pandemi covid-19 bukan hanya multidimensional (multi-sector) tertapi juga terjadi secara sistemik, yakni dari bidang yang s...

Sapardi Hidup Lagi

Sayup matamu jelas terlihat dari foto-foto lawas yang diunggah oleh muda-mudi sosialita. Kau terlihat rupawan dengan topi nyentrik dan wajah oval berkerut. Garis wajahmu menyilang satu sama lain. Persis hujan bulan Juni dan kesederhanaan cintamu pada dunia, yang bercampur indah dalam alunan syairmu. Aneh juga. Mereka tiba-tiba sedih dan beramai-ramai jatuh cinta padamu. Ada yang tahu kau siapa. Ada yang tau apa yang sudah kau buat. Ada juga yang benar-benar jatuh cinta padamu. Ada juga yangbenar tidak tahu kau siapa. Barang kali hanya karena kebetulan melihat wajahmu pada qoute-quote cinta pada gawai mereka. Maka benarlah katamu. 'Aku mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. 'Kau harus mati dahulu, agar kau hidup. Begitukah?Beberapa bertanya, 'apakah kau mati dibunuh zaman? Apakah kau sudah tidak tahan menjadi hujan bulan Juni, yang kau syairkan begitu indah? Atau apakah cinta Tuhan sudah selesai padamu? ...