Langsung ke konten utama

Dilema Pembelajaran Online

                                                

Pandemi covid-19 sampai saat ini semakin menunjukan dampak desktruktifnya yang multidimensional. Hampir semua bidang kehidupan manusia jatuh terbengkalai. Solusi atau gagasan work from home atau slogan-slogan seperti di rumah aja, ternyata belum efektif untuk mengakomodasi terbengkalainya sector-sektor kehidupan masyarakat.

Selain itu, beberapa solusi sektoral pada bidang tertentu terbukti memperparah krisis pada bidang lainnya. Misalnya adalah kebijakan pemotongan dana bos untuk kepentingan medis, yang kemudian berdampak pada lesunya sector pendidikan hampir pada semua level, baik pendidikan dasar ataupun pendidikan tinggi.

Sampai disini kita sepakat bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh pandemi covid-19 bukan hanya multidimensional (multi-sector) tertapi juga terjadi secara sistemik, yakni dari bidang yang satu kepada bidang lain. Belum lagi dengan potensi-potensi korupsi aliran dana penyelesaian pandemic covid-19 yang sangat tinggi.

Agaknya sudah tidak asing lagi di telinga public tentang korupsi yang marak terjadi akhir-akhir ini. Alih-alih menjadi space yang strategis sebagai suaka kemanusiaan dan kepedulian antar sesama manusia, pandemic covid-19 terbukti melahirkan krisis kemanusiaan pada level yang sangat kritis bagi perkembangan moral bangsa.

Lalu bagaimana dengan dunia pendidikan? Kegiatan pembelajaran online yang selama ini dilakukan menyimpan beberapa pertanyaan, yang kemudian mengarah pada apakah pembelajaran online itu sendiri efektif untuk membuat dunia pendidikan berada dalam kerangka social distancing? Apakah kemudian waktu pendidikan di sekolah secara offline yang dikorbankan karena kebijakan ini sepadan dengan sumbangsihnya terhadap pennyelesaian covid-19?

Pertanyaan-pertanyaan ini terus mengiang pada pikiran public terutama pada peserta didik. Beban pembelajaran yang cenderung berat pada peserta didik, serta berbagai macam kendala teknis yang dihadapi membuat mereka semakin bertanya-tanya. Haruskah kita tetap bersekolah secara online?

Berdasarkan wawancara yang dilakukan tim suarasikap kepada beberapa pelajar (mahasiswa), ada beberapa keluhan teknis yang pada titik tertentu membuat mereka bingung. Beberapa diantaranya yang paling sering muncul misalnya, tugas luar rumah yang diberikan. Ada beberapa mahasiswa yang menceritaan bagaimana tugas kuliah mereka masih ‘diwajibkan’ untuk dilakukan diluar rumah.

Ada setidaknya dua kesimpulan yang dapat ditarik dari pengalaman mereka ini. Yang pertama secara makro bisa saja dunia pendidikan belum bisa merumuskan teknis-teknis pembelajaran online. Salah satunya adalah dengan gagal menciptakan konsep online dari tugas yang seharusnya dilakukan secara offline. Bisa saja diakibatkan oleh kurang responsifnya dunia pendidikan/lembaga pendidikan dalam memanfaatkan platform online yang ada, sehingga kemudian dapat menunjang tugas yang diberikan secara online.

Yang kedua, masalah yang ada bisa saja datang dari pesertra didik. Kurangnya kreatifitas untuk merespon perkembangan taknologi, serta kemampuan membungkus tugas yang diberikan dalam kerangka online, bisa saja menjadi masalah juga. Hal ini semakin diperparah dengan stereotype terhadap kuliah online yang begitu membebankan peserta didik. Dengan kondisi psikologis dan emosi di bawah tekanan serta baying-bayang stereotype masal, kreatifitas yang diharapkan muncul dari pihak peserta didik kemudian semakin tumpul. Alhasil, tugas yang seharusnya diakali secara online kemudian karena kurangnya pengetahuan dan kreatifitas tentang teknologi, tugas-tugas tersebut dilakukan secara online.

Dalam kasus ini, muncul pertanyaan lanjutan. Kenapa pembelajaran tidak dilakukan secara offline saja sekalian? Toh tugasnya sudah dilakukan secara offline. Ditambah lagi dengan sector lain yang sudah mulai dilakukan secara offline. Misalnya pusat-pusat perbelanjaan, kantor-kantor pemerintah, spot-spot wisata, dan masih banyak lagi. Apakah pendidikan tidak lebih penting dari sector-sektor lain? Atau apakah system pendidikan kita terlalu lemah merespon isu new normal?

Kita tunggu kebijakan pendidikan selanjutnya.

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagian-Bagian Rumah

Air sisa cucian yang sedari tadi ditumpahkan masih saja menetes, menciptakan genangan berlumpur di sekitar tenda cucian. Hampir mirip rawa-rawa kecil. Beberapa bungkus sabun colek ekonomis nampak berserakan di sekitar tenda, begitu juga dengan butir-butir nasi sisa makanan. Tenda cucian yang licin dan hitam legam pada bagian atasnya, genangan lumpur hitam di sekitarnya, serta bungkus-bungkus sabun colek yang sudah pudar warnanya membuktikan umur tenda itu, dan betapa banyaknya air sisa cucian yang selama ini ditumpahkan padanya. Seorang wanita jangkung berdaster melangkah ke dalam rumah melalui pintu dapur. Rambutnya yang sebagian beruban nampak berkilau ditempa cahaya matahari pagi, khas rambut-rambut wanita desa yang rutin digumuli santan kelapa tua. Otot-otot tangannya nampak mengencang seiring diangkatnya sebaskom cucian perkakas makan yang semalam dipakai. Demikian juga dengan otot-otot kaki yang mengancang seiring ia melangkah, tanda beratnya cucian perkakas yang ia bawa. De...

Sapardi Hidup Lagi

Sayup matamu jelas terlihat dari foto-foto lawas yang diunggah oleh muda-mudi sosialita. Kau terlihat rupawan dengan topi nyentrik dan wajah oval berkerut. Garis wajahmu menyilang satu sama lain. Persis hujan bulan Juni dan kesederhanaan cintamu pada dunia, yang bercampur indah dalam alunan syairmu. Aneh juga. Mereka tiba-tiba sedih dan beramai-ramai jatuh cinta padamu. Ada yang tahu kau siapa. Ada yang tau apa yang sudah kau buat. Ada juga yang benar-benar jatuh cinta padamu. Ada juga yangbenar tidak tahu kau siapa. Barang kali hanya karena kebetulan melihat wajahmu pada qoute-quote cinta pada gawai mereka. Maka benarlah katamu. 'Aku mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. 'Kau harus mati dahulu, agar kau hidup. Begitukah?Beberapa bertanya, 'apakah kau mati dibunuh zaman? Apakah kau sudah tidak tahan menjadi hujan bulan Juni, yang kau syairkan begitu indah? Atau apakah cinta Tuhan sudah selesai padamu? ...