Pada masa new normal sekarang
ini, banyak kegiatan masyarakat yang kembali dilakukan kembali. Gagasan ini
sebenarnya muncul karena kesadaran bahwa ternyata konsep WFH (work from home) atau slogan di rumah aja, belum cukup
mengakomodasi kebutuhan hidup masyarakat secara keseluruhan. Walau bagaimanapun,
life must go on. Isn’t it?
Sekarang kita bisa melihat bagaimana kegiatan ekonomi, kegiatan
pendidikan, kegiatan sosial, kegiatan perkantoran, dan banyak kegiatan lainnya
sudah mulai dilakukan secara offline. Sebut saja, coffeshop-coffeshop, mal-mal,
sekolah-sekolah, ataupun kantor-kantor pemerintah. Selain itu, salah satu
kegiatan yang palin kentara terimbas kebijakan new normal adalah bidang
pariwisata.
Ada dua alasan mendasar yang seyogianya melatarbelakangi kebijakan
pembukaan kembali wisata ini. Yang pertama, negara kita kehilangan pendapatan
yang begitu besar akibat spot-spot wisata yang secara serentak ditutup. Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) dilansir
dari VOI.ID 22/07/2020, perjalanan wisata Indonesia turun hampir 100 persen
dibanding bulan sebelumnya. Sementara itu, Bank Indonesia mengeluarkan data
bahwa penurunan wistawan berdampak pada devisa yang turun hingga 97 persen.
Selain kehilangan pendapatan real dari spot-spot
wisata, aliran investasi juga dapat macet di pasar saham. Hal ini disebabkan
oleh kegiatan wisata yang lesu dan tidak bisa berbuat banyak. Bagi negara
Indonesia yang salah satu pendapat utamanya bersumber dari kegiatan wisata,
maka masalah ini dapat merupakan bencana bagi perekonomian nasional.
Wishnutama dalam kontan.co.id 29/01/2020 menyebutkan, ekonomi sektor
pariwisata berkontribusi pada PDB nasional sebesar 5,5 % (Rp 280triliun) dengan
jumlah tenaga kerja yang diserap sektor ini sebanyak 13 juta orang. Kita
sepakat, ini merupakan angka yang signifikan bagi perkembangan ekonomi negara
kita.
Alasan yang kedua mengapa spot-spot wisata mesti segera dibuka adalah
kebutuhan masyarakat akan rekreasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia
(PDSKJI) dikatakan bahwa sebanyak 64,3 persen dari 1.522 orang responden
memiliki masalah psikologis cemas atau depresi akibat covid-19. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa salah satu sebab paling utam,a dari kecemasan ini adalah gempuran
ketakutan serta lockdown berkepanjangan yang diberlakukan pemerintah.
Dari dua alasan tersebut, kita punya dasar yang kuat
mengapa tempat wisata harus segera dibuka. Sejalan dengan ide tersebut, pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hingga 8/8/2020 kemarin telah membuka 4o spot
wisata yang sebelumnya akibat pandemi covid-19 ditutup. Beberapa di antaranya
adalah; Air Terjun Kedung Pedut, Bukit Lintang Sewu, dan Bukit Wisata
Pulepayung.
Dilansir dari Kompas.com 8/8/2020, Singgih Raharjo
selaku Kepala Dinas Pariwisata DIY, DIY merupakan provinsi pertama yang mengambil
langkah sesignifikan itu. “Kira-kira sekitar 200.000 yang terdata di kita,”
demikian lanjut Singgih. Sekarang bukan lagi waktunya untuk takut terhadap
covid-19. Masa depan ekonomi negara tidak boleh dipertaruhkan hanya karena
ketakutan tanpa dasar yang jelas. Selama protokol kesehatan dijalankan dengan
tegas, segala resiko seharusnya berani diambil!
Komentar
Posting Komentar